Friday, November 1, 2013

Hubungan Budaya dan Sastra


BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di banyak universitas di luar negeri, seperti Ryerson University, Carnege Mellon University, New York University, hingga Cambridge University, Sastra dan Budaya (Literature and Culture) merupakan satu jurusan atau mata kuliah yang dibuka dan diajarkan. Pastinya terdapat alasan dibalik penggabungan dua “ bidang” tersebut. Kenapa dua istilah ini disandingkan merupakan hal yang perlu ditelaah: apakah dua istilah ini adalah dua istilah yang berbeda sama sekali, apakah keduanya merupakan bagian satu dari yang lainnya, ataukah dua ranah yang berdekatan dan memiliki hubungan yang erat.
Untuk mengambil contoh di dalam negeri, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Padjajaran, dan lain-lain telah mengubah Fakultas Bahasa dan Sastra menjadi Fakultas Ilmu Budaya sejak sekitar tahun 2009 hingga 2012. Selain karena alasan pragmatis untuk meningkatkan peminat dan membuka perspektif bahwa lulusan di fakultas tersebut akan memiliki potensi lebih dalam mencari pekerjaan, dibandingkan dengan nama lamanya, terdapat seakan perubahan fokus untuk menempatkan budaya lebih luas cakupannya daripada sastra (atau bahasa).
Tentunya dari sekian contoh penggunaan istilah dalam penamaan fakultas, jurusan, dan mata kuliah di lembaga-lembaga pendidikan tinggi di atas, tidak dapat dipungkiri terdapat hubungan antara Sastra dan Budaya, yang menyebabkan keduanya disandingkan dalam satu kumpulan. Tulisan ini bertujuan untuk mencoba menelisik hubungan antara kedua istilah tersebut.

BAB II Pembahasan
A. Pengertian Budaya
Budaya berasal dari terjemahan bahasa Inggris culture, yang mengadaptasi dari bahasa Latin cultura dan berakar dari colere, yang berarti “ to cultivate” atau pengolahan. Maknanya ialah pola aktivitas manusia dan struktur simbolis yang memberikan aktivitas tersebut suatu makna/signifikansi. Para antropolog menggunakan istilah ini untuk merujuk pada kapasitas universal manusia untuk mengklasifikasikan, mengkodifikasikan, dan mengkomunikasikan pengalaman mereka secara simbolik. Kapasitas atau kemampuan inilah yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya, yang menjadi ciri pembeda dan pembeda utama. Jane Goodall, seorang primatologis, telah mengidentifikasi beberapa aspek budaya pada keluarga terdekat manusia di dunia hewan. Dapat dikatakan juga bahwa hal itu adalah jalan kelompok manusia hidup menurut kepercayaan, bahasa, sejarah, cara berpakaian, dan sebagainya.
Elemen-elemen dari budaya di antaranya ialah:
-nilai-nilai (values)
-norma (norms)
-institusi (institutions)
-artefak (artefacts)
Nilai-nilai terdiri dari ide dan pandangan tentang apa yang di dalam hidup dianggap penting, hal inilah yang menggerakkan keseluruhan kebudayaan. Norma-norma terdiri dari ekspektasi atau harapan tentang  bagaimana orang akan berperilaku dalam berbagai situasi. Tiap budaya memiliki beberapa metode, yang disebut sanksi, untuk menegakkan norma. Sanksi bervariasi tergantung seberapa pentingnya norma; norma yang suatu masyarakat tegakkan secara formal memiliki status sebagai hukum. Institusi adalah struktur-struktur dalam masyarakat dimana nilai-nilai dan norma-norma disebarkan. Artefak, berupa benda-benda atau aspek-aspek dari budaya material, berasal dari hasil nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan.
Simbol-simbol memegang peranan penting dalam kebudayaan. Mereka menyediakan batasan dari pemikiran-pemikiran tentang kebudayaan. Hal ini membuat dan memungkinkan anggota-anggota masyarakat mengkomunikasikan dan mengerti sesamanya. Anggota masyarakat tergantung pada simbol-simbol ini untuk membentuk pikiran-pikiran dan ekspresinya dalam bentuk-bentuk yang dapat dimengerti. Singkatnya, simbol-simbol membuat suatu budaya menjadi dimungkinkan, dapat direproduksi, dan dapat dimaknai. Mereka adalah jejaring makna, menurut Pierre Bourdieu, yang “memberikan keteraturan, kesatuan, dan kesistematisan untuk melakukan praktik-praktik berkelompok” .
Ilmu Budaya Dasar (Basic Humanities) ialah salah satu ilmu interdisipliner yang mempelajari tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dalam kebudayaan. Ilmu ini menggunakan cabang-cabang ilmu lain, seperti psikologi, antropologi, sosiologi, dan sastra, sebagai alat untuk mendalami masalah-masalah kemanusiaan dan kebudayaan, seperti:
- Manusia dan cinta kasih
- Manusia dan keindahan
- Manusia dan penderitaan
- Manusia dan keadilan
- Manusia dan pandangan hidup
- Manusia dan tanggung jawab serta pengabdian
- Manusia dan kegelisahan
- Manusia dan harapan.

B. Pengertian Sastra
Sastra atau literature adalah seni dalam mengolah kata. Berasal dari bahasa Latin litterae yang bermakna huruf. Sastra dengan demikian secara denotatif berarti apa-apa yang berasal dari huruf. Namun, secara pengertian kebahasaan, sastra kerap dimaknai sebagai suatu cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai alat utamanya untuk menyampaikan hal-hal yang mengandung unsur-unsur keluhuran dan kemuliaan.
Sastra dibagi menjadi dua bentuk: fiksi dan non-fiksi, dan terdiri dari dua teknik: prosa dan puisi. Sastra dapat terdiri dari teks yang berdasarkan informasi yang berasal dari fakta (jurnalistik atau nonfiksi), seperti biografi, esai perenungan, atau propaganda; juga dapat beasal dari alam khayal atau imajinasi, seperti karya fiksi, puisi, atau drama. Sastra yang ditulis dalam puisi menekankan pada kualitas kebahasaan yang menonjolkan aspek estetik dan ritmis, seperti suara, simbolisme, dan rima, untuk menggugah makna-makna, sebagai pengaya atau tambahan dari, atau merupakan sisipan makna dari, makna yang biasanya. Sementara prosa mengeksplorasi tuturan kebahasaan yang normal dan alur alami dari cerita.
Tulisan-tulisan yang bersifat filsafat, sejarah, jurnalistik, atau saintifik, bisa diklasifikasikan dalam sastra. Bahkan mereka merupakan bentuk tertua dari sastra iitu sendiri. Novel-novel, drama-drama, dan puisi-puisi modern adalah perkembangan darinya, yang seringkali dilabel sebagai karya fiksi, untuk membedakannya dengan karya nonfiksi dalam biografi atau esai.
Sastra menggunakan bahasa sebagai simbol artikulatif dalam menyampaikan isinya. Bahkan terkadang tak dapat dipisahkan antara bentuk bahasa yang dipakai dan isi darinya. Karena apabila bentuk satu karya sastra diubah ke bentuk yang lain, makna, sensasi, dan pembacaan atasnya akan berubah juga.
Sastra menyampaikan nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia pada suatu saat dan pada suatu zaman yang dipandang oleh seorang pengarang, seperti dalam puisi, cerita pendek, novel, dan sebagainya; atau sekumpulan pengarang-pengarang seperti dalam ode, dongeng, legenda, epos, dan semacamnya. Tulisan-tulisan dalam sastra dengan demikian membeberkan segala macam hal yang dipikirkan, dirasakan, dialami, dan dianggap penting, dari aspek-aspek kehidupan manusia, yang perlu untuk diketahui oleh manusia lainnya, untuk menjaga kemanusiaan mereka.
Sastra membahas masalah-masalah manusia yang melingkupi eksistensi mereka di dunia, baik masalah individual maupun masalah sosial. Baik masalah kejiwaan pribadi, hubungan dengan pribadi yang lain, maupun masalah kemasyarakatan. Moralitas, hukum, filsafat, politik, dan bidang-bidang lainnya, adalah tema-tema umum dalam sastra.
Yang patut diperhatikan ialah sastra tidak hanya secara kering membahas dan memahami masalah-masalah kemanusiaan, tetapi juga memberikan kepada penikmatnya suatu sensasi kepuasan batin dan kenikmatan tersendiri yang tidak bisa didapat dengan cara atau bentuk lainnya. Karena itulah imbuhan “seni” tak jarang selalu melekat dengan sastra.
Manusia yang menikmati sastra akan seolah-olah menerima transfer pengetahuan, pengalaman, dan kehidupan itu sendiri dari pengarang-pengarang yang menulisnya. Keluhuran, norma-norma, budaya, pandangan hidup, dan semua yang tertulis di dalamnya, seakan-akan terserap dan dapat dicerap dengan maksimal dan mendalam ke dalam sanubari sang pembaca. Hal ini dapat menimbulkan pencerahan dan penambahan wawasan kemanusiaan yang dalam.

C. Hubungan Budaya dan Sastra
Untuk memahami budaya, sastra dapat dipergunakan sebagai alat bantu untuk secara tekstual memahami nilai-nilai tertentu yang terdapat dalam suatu masyarakat. Atau apabila sastra yang ditemukan bentuknya lisan, dapat juga memberikan gambaran yang jelas mengenai pola-pola alam pikiran dan keyakinan-keyakinan yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Bersamaan dengan alat bantu lain, seperti seni, fashion, sejarah, dan antropologi, sastra melengkapi pemahaman yang lebih mendalam mengenai warisan budaya yang bersifat non-fisik (bersifat artefak) dan warisan pemikiran-pemikiran yang tak kasat mata dan abstrak yang dalam perwujudan konkrit dalam kenyataannya mungkin telah tergerus waktu atau bahkan belum sempat diwujudkan, dan hilang saja dalam sejarah karena telah berlalunya suatu kurun.
Dengan pengertian tersebut, sastra dapat dipandang sebagai bagian dari budaya. Dia adalah hasil karya cipta, rasa, karsa dari manusia untuk mengekspresikan, mengkomunikasikan, dan mentransmisikan warisan yang bersifat abstrak dan tak berwujud, ke dalam suatu bentuk bahasa yang terspesifikkan, yang juga mengandung nilai-nilai estetis dan keluhuran. Sastra adalah salah satu bagian dari budaya secara lebih luas, yang berurusan dengan pengekspresian pengalaman-pengalaman kemanusiaan dalam bentuk bahasa, dan pada umumnya dalam bentuk tertulis. Selain sastra, budaya memiliki ranah yang lebih luas lagi, yang dapat dilihat dari upacara, seremoni, ritual, kebiasaan, perilaku sosial, dan lain-lain, yang membutuhkan observasi konkrit, langsung, dan nyata, yang tak dapat diperoleh dari bacaan tertulis.
Di sisi lain, dapat juga dilihat budaya sebagai unsur sastra. Meskipun hanya dalam bentuk tertulis atau oral, bahasa di dalam sastra dapat memberikan gambaran detail mengenai unsur-unsur dari budaya dari suatu masa atau suatu masyarakat. Kemampuan bahasa dalam menyampaikan pengertian yang tidak hanya abstrak, memiliki kekuatan yang besar dalam memberikan deskripsi yang komprehensif tentang budaya. Bahkan budaya hanyalah salah satu faset dari sekian banyak hal lain yang dapat digali dari sastra yang baik, misalnya sejarah, politik, ilmu pengetahuan, filsafat, dan lain sebagainya.

BAB III Penutup
A. Kesimpulan
Sastra dan budaya memiliki kaitan yang amat erat. Mereka sama-sama menggunakan bahasa sebagai motor penggerak untuk kemungkinan keberadaannya. Sama-sama membahas mengenai masalah-masalah penting yang melingkupi manusia. Dapat dipandang bahwa sastra merupakan bagian dari budaya, ataupun budaya merupakan bagian dari aspek yang dibahas dalam sastra, tergantung dari sudut pandang yang akan dipijak.
Perbedaan sastra dan budaya terletak pada medium yang digunakan. Sastra tertulis terbatas pada medium tulisan, dan sastra oral terbatas pada sebagai salah satu alat komplementer dari kegiatan sosial lainnya (dari ritual sampai pamflet kampanye). Budaya, di lain sisi, memiliki bentuk yang lebih luas dan mencakup  keberadaan manusia yang lebih kompleks. Tak hanya tulisan, tapi juga oral, tindak-tanduk, pola-pola sosial, pemikiran, perenungan, dan filsafat.


Daftar Pustaka
en.wikipedia.org/wiki/Literature
Hoult, T. F, ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology, p. 93.
news.unpad.ac.id/?p=52095
  

No comments:

Post a Comment