BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di banyak
universitas di luar negeri, seperti Ryerson University, Carnege Mellon
University, New York University, hingga Cambridge University, Sastra dan Budaya
(Literature and Culture) merupakan satu jurusan atau mata kuliah yang dibuka
dan diajarkan. Pastinya terdapat alasan dibalik penggabungan dua “ bidang”
tersebut. Kenapa dua istilah ini disandingkan merupakan hal yang perlu
ditelaah: apakah dua istilah ini adalah dua istilah yang berbeda sama sekali,
apakah keduanya merupakan bagian satu dari yang lainnya, ataukah dua ranah yang
berdekatan dan memiliki hubungan yang erat.
Untuk mengambil
contoh di dalam negeri, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro,
Universitas Padjajaran, dan lain-lain telah mengubah Fakultas Bahasa dan Sastra
menjadi Fakultas Ilmu Budaya sejak sekitar tahun 2009 hingga 2012. Selain karena
alasan pragmatis untuk meningkatkan peminat dan membuka perspektif bahwa
lulusan di fakultas tersebut akan memiliki potensi lebih dalam mencari
pekerjaan, dibandingkan dengan nama lamanya, terdapat seakan perubahan fokus
untuk menempatkan budaya lebih luas cakupannya daripada sastra (atau bahasa).
Tentunya
dari sekian contoh penggunaan istilah dalam penamaan fakultas, jurusan, dan
mata kuliah di lembaga-lembaga pendidikan tinggi di atas, tidak dapat
dipungkiri terdapat hubungan antara Sastra dan Budaya, yang menyebabkan
keduanya disandingkan dalam satu kumpulan. Tulisan ini bertujuan untuk mencoba menelisik
hubungan antara kedua istilah tersebut.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian Budaya
Budaya
berasal dari terjemahan bahasa Inggris culture, yang mengadaptasi dari
bahasa Latin cultura dan berakar dari colere, yang berarti “ to
cultivate” atau pengolahan. Maknanya ialah pola aktivitas manusia dan struktur
simbolis yang memberikan aktivitas tersebut suatu makna/signifikansi. Para
antropolog menggunakan istilah ini untuk merujuk pada kapasitas universal
manusia untuk mengklasifikasikan, mengkodifikasikan, dan mengkomunikasikan
pengalaman mereka secara simbolik. Kapasitas atau kemampuan inilah yang membuat
manusia berbeda dengan makhluk lainnya, yang menjadi ciri pembeda dan pembeda
utama. Jane Goodall, seorang primatologis, telah mengidentifikasi beberapa
aspek budaya pada keluarga terdekat manusia di dunia hewan. Dapat dikatakan juga
bahwa hal itu adalah jalan kelompok manusia hidup menurut kepercayaan, bahasa,
sejarah, cara berpakaian, dan sebagainya.
Elemen-elemen
dari budaya di antaranya ialah:
-nilai-nilai
(values)
-norma (norms)
-institusi (institutions)
-artefak (artefacts)
Nilai-nilai
terdiri dari ide dan pandangan tentang apa yang di dalam hidup dianggap penting,
hal inilah yang menggerakkan keseluruhan kebudayaan. Norma-norma terdiri dari
ekspektasi atau harapan tentang
bagaimana orang akan berperilaku dalam berbagai situasi. Tiap budaya
memiliki beberapa metode, yang disebut sanksi, untuk menegakkan norma. Sanksi bervariasi
tergantung seberapa pentingnya norma; norma yang suatu masyarakat tegakkan
secara formal memiliki status sebagai hukum. Institusi adalah struktur-struktur
dalam masyarakat dimana nilai-nilai dan norma-norma disebarkan. Artefak, berupa
benda-benda atau aspek-aspek dari budaya material, berasal dari hasil nilai-nilai
dan norma-norma kebudayaan.
Simbol-simbol
memegang peranan penting dalam kebudayaan. Mereka menyediakan batasan dari pemikiran-pemikiran
tentang kebudayaan. Hal ini membuat dan memungkinkan anggota-anggota masyarakat
mengkomunikasikan dan mengerti sesamanya. Anggota masyarakat tergantung pada
simbol-simbol ini untuk membentuk pikiran-pikiran dan ekspresinya dalam
bentuk-bentuk yang dapat dimengerti. Singkatnya, simbol-simbol membuat suatu
budaya menjadi dimungkinkan, dapat direproduksi, dan dapat dimaknai. Mereka adalah
jejaring makna, menurut Pierre Bourdieu, yang “memberikan keteraturan,
kesatuan, dan kesistematisan untuk melakukan praktik-praktik berkelompok” .
Ilmu Budaya
Dasar (Basic Humanities) ialah salah satu ilmu interdisipliner yang mempelajari
tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah dalam kebudayaan. Ilmu ini menggunakan cabang-cabang
ilmu lain, seperti psikologi, antropologi, sosiologi, dan sastra, sebagai alat
untuk mendalami masalah-masalah kemanusiaan dan kebudayaan, seperti:
- Manusia
dan cinta kasih
- Manusia
dan keindahan
- Manusia
dan penderitaan
- Manusia
dan keadilan
- Manusia
dan pandangan hidup
- Manusia
dan tanggung jawab serta pengabdian
- Manusia
dan kegelisahan
- Manusia
dan harapan.
B.
Pengertian Sastra
Sastra atau literature
adalah seni dalam mengolah kata. Berasal dari bahasa Latin litterae yang
bermakna huruf. Sastra dengan demikian secara denotatif berarti apa-apa yang
berasal dari huruf. Namun, secara pengertian kebahasaan, sastra kerap dimaknai
sebagai suatu cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai alat utamanya untuk
menyampaikan hal-hal yang mengandung unsur-unsur keluhuran dan kemuliaan.
Sastra
dibagi menjadi dua bentuk: fiksi dan non-fiksi, dan terdiri dari dua teknik:
prosa dan puisi. Sastra dapat terdiri dari teks yang berdasarkan informasi yang
berasal dari fakta (jurnalistik atau nonfiksi), seperti biografi, esai
perenungan, atau propaganda; juga dapat beasal dari alam khayal atau imajinasi,
seperti karya fiksi, puisi, atau drama. Sastra yang ditulis
dalam puisi menekankan pada kualitas kebahasaan yang menonjolkan aspek estetik
dan ritmis, seperti suara, simbolisme, dan rima, untuk menggugah makna-makna,
sebagai pengaya atau tambahan dari, atau merupakan sisipan makna dari, makna
yang biasanya. Sementara prosa mengeksplorasi tuturan kebahasaan yang normal
dan alur alami dari cerita.
Tulisan-tulisan
yang bersifat filsafat, sejarah, jurnalistik, atau saintifik, bisa
diklasifikasikan dalam sastra. Bahkan mereka merupakan bentuk tertua dari
sastra iitu sendiri. Novel-novel, drama-drama, dan puisi-puisi modern adalah
perkembangan darinya, yang seringkali dilabel sebagai karya fiksi, untuk
membedakannya dengan karya nonfiksi dalam biografi atau esai.
Sastra menggunakan
bahasa sebagai simbol artikulatif dalam menyampaikan isinya. Bahkan terkadang
tak dapat dipisahkan antara bentuk bahasa yang dipakai dan isi darinya. Karena apabila
bentuk satu karya sastra diubah ke bentuk yang lain, makna, sensasi, dan
pembacaan atasnya akan berubah juga.
Sastra menyampaikan
nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia pada suatu saat dan pada suatu zaman
yang dipandang oleh seorang pengarang, seperti dalam puisi, cerita pendek,
novel, dan sebagainya; atau sekumpulan pengarang-pengarang seperti dalam ode,
dongeng, legenda, epos, dan semacamnya. Tulisan-tulisan dalam sastra dengan
demikian membeberkan segala macam hal yang dipikirkan, dirasakan, dialami, dan
dianggap penting, dari aspek-aspek kehidupan manusia, yang perlu untuk
diketahui oleh manusia lainnya, untuk menjaga kemanusiaan mereka.
Sastra membahas
masalah-masalah manusia yang melingkupi eksistensi mereka di dunia, baik
masalah individual maupun masalah sosial. Baik masalah kejiwaan pribadi,
hubungan dengan pribadi yang lain, maupun masalah kemasyarakatan. Moralitas,
hukum, filsafat, politik, dan bidang-bidang lainnya, adalah tema-tema umum dalam
sastra.
Yang patut
diperhatikan ialah sastra tidak hanya secara kering membahas dan memahami
masalah-masalah kemanusiaan, tetapi juga memberikan kepada penikmatnya suatu
sensasi kepuasan batin dan kenikmatan tersendiri yang tidak bisa didapat dengan
cara atau bentuk lainnya. Karena itulah imbuhan “seni” tak jarang selalu
melekat dengan sastra.
Manusia yang
menikmati sastra akan seolah-olah menerima transfer pengetahuan, pengalaman,
dan kehidupan itu sendiri dari pengarang-pengarang yang menulisnya. Keluhuran,
norma-norma, budaya, pandangan hidup, dan semua yang tertulis di dalamnya,
seakan-akan terserap dan dapat dicerap dengan maksimal dan mendalam ke dalam
sanubari sang pembaca. Hal ini dapat menimbulkan pencerahan dan penambahan
wawasan kemanusiaan yang dalam.
C. Hubungan
Budaya dan Sastra
Untuk
memahami budaya, sastra dapat dipergunakan sebagai alat bantu untuk secara
tekstual memahami nilai-nilai tertentu yang terdapat dalam suatu masyarakat. Atau
apabila sastra yang ditemukan bentuknya lisan, dapat juga memberikan gambaran
yang jelas mengenai pola-pola alam pikiran dan keyakinan-keyakinan yang
berkembang dalam masyarakat tersebut. Bersamaan dengan alat bantu lain, seperti
seni, fashion, sejarah, dan antropologi, sastra melengkapi pemahaman
yang lebih mendalam mengenai warisan budaya yang bersifat non-fisik (bersifat
artefak) dan warisan pemikiran-pemikiran yang tak kasat mata dan abstrak yang dalam
perwujudan konkrit dalam kenyataannya mungkin telah tergerus waktu atau bahkan
belum sempat diwujudkan, dan hilang saja dalam sejarah karena telah berlalunya
suatu kurun.
Dengan pengertian
tersebut, sastra dapat dipandang sebagai bagian dari budaya. Dia adalah hasil
karya cipta, rasa, karsa dari manusia untuk mengekspresikan, mengkomunikasikan,
dan mentransmisikan warisan yang bersifat abstrak dan tak berwujud, ke dalam
suatu bentuk bahasa yang terspesifikkan, yang juga mengandung nilai-nilai
estetis dan keluhuran. Sastra adalah salah satu bagian dari budaya secara lebih
luas, yang berurusan dengan pengekspresian pengalaman-pengalaman kemanusiaan
dalam bentuk bahasa, dan pada umumnya dalam bentuk tertulis. Selain sastra,
budaya memiliki ranah yang lebih luas lagi, yang dapat dilihat dari upacara,
seremoni, ritual, kebiasaan, perilaku sosial, dan lain-lain, yang membutuhkan
observasi konkrit, langsung, dan nyata, yang tak dapat diperoleh dari bacaan
tertulis.
Di sisi
lain, dapat juga dilihat budaya sebagai unsur sastra. Meskipun hanya dalam
bentuk tertulis atau oral, bahasa di dalam sastra dapat memberikan gambaran
detail mengenai unsur-unsur dari budaya dari suatu masa atau suatu masyarakat. Kemampuan
bahasa dalam menyampaikan pengertian yang tidak hanya abstrak, memiliki
kekuatan yang besar dalam memberikan deskripsi yang komprehensif tentang
budaya. Bahkan budaya hanyalah salah satu faset dari sekian banyak hal lain
yang dapat digali dari sastra yang baik, misalnya sejarah, politik, ilmu
pengetahuan, filsafat, dan lain sebagainya.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Sastra dan
budaya memiliki kaitan yang amat erat. Mereka sama-sama menggunakan bahasa
sebagai motor penggerak untuk kemungkinan keberadaannya. Sama-sama membahas
mengenai masalah-masalah penting yang melingkupi manusia. Dapat dipandang bahwa
sastra merupakan bagian dari budaya, ataupun budaya merupakan bagian dari aspek
yang dibahas dalam sastra, tergantung dari sudut pandang yang akan dipijak.
Perbedaan sastra
dan budaya terletak pada medium yang digunakan. Sastra tertulis terbatas pada
medium tulisan, dan sastra oral terbatas pada sebagai salah satu alat komplementer
dari kegiatan sosial lainnya (dari ritual sampai pamflet kampanye). Budaya, di
lain sisi, memiliki bentuk yang lebih luas dan mencakup keberadaan manusia yang lebih kompleks. Tak hanya
tulisan, tapi juga oral, tindak-tanduk, pola-pola sosial, pemikiran,
perenungan, dan filsafat.
Daftar
Pustaka
en.wikipedia.org/wiki/Literature
Hoult, T. F,
ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology, p. 93.
news.unpad.ac.id/?p=52095
No comments:
Post a Comment