Thursday, December 26, 2013

KEPRIBADIAN, NILAI, DAN GAYA HIDUP


Nama : Novi wulandari
Kelas : 3EA27
Npm  : 1A213052
Tugas ke : 4


Dosen : Tomy Adi Sumarso,SE
A. PENDAHULUAN
I.      LATAR BELAKANG
Dalam pemasaran, sasaran akhir yang akan dituju ialah pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Selain faktor yang berkaitan dengan produk seperti harga, distribusi, volume, desain produk, dan kemasan, di sisi lain perlu juga untuk memahami secara mendalam mengenai konsumen. Tidak selamanya produk yang kompetitif dalam hal harga dan kualitas selalu laku dan laris terjual. Di lain segi, tidak selamanya juga produk yang kurang berkualitas dan tidak murah, selalu sepi pembeli. Terdapat faktor penentu dari anomali/keanehan ekonomi ini, dimana semua pelaku – penjual dan pembeli – selalu dianggap bertindak rasional. Karena yang menjadi pembeli atau konsumen dalam suatu transaksi ekonomi adalah manusia, dan rasionalitas hanyalah satu potong saja dari berlapis-lapis satuan yang menyusun sifat manusia, maka terdapat celah yang dapat dimanfaatkan pemasar dalam menjual produknya dalam keadaan dimana manusia menunjukkan respon sikap lain selain rasionalitas ekonomis.
Pemahaman mengenai kepribadian yang dimiliki oleh setiap calon konsumen, dapat menentukan segmentasi target pasar. Demikian juga dengan sistem nilai yang dianut dan dijalankan oleh sekelompok masyarakat pada area geografis tertentu, yang dapat mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu produk tertentu. Pada akhirnya, suatu produk yang dikonsumsi dan digunakan akan menyatu dengan keseharian dan kehidupan penggunanya, dan akan mengakibatkan suatu corak gaya hidup tertentu. Hal yang unik adalah, seringkali justru efek dari pemakaian suatu produk yang menimbulkan kesan atas gaya hidup tertentu inilah yang kerap kali dijadikan alasan tambahan atau bahkan alasan utama, di luar harga dan kebutuhan riil, bagi lakunya berbagai macam produk yang menjajakan kesan atas gaya hidup tertentu.
Memahami ketiga hal di atas akan memberikan gambaran yang lebih lengkap bagi pemasar untuk memotret perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu produk tertentu.

II.    TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Mengetahui konsep dasar kepribadian dalam kaitannya dalam memahami perilaku konsumen.
b.      Mengetahui konsep dasar nilai dalam kaitannya dalam memahami perilaku konsumen.
c.       Mengetahui konsep dasar gaya hidup dalam kaitannya dalam memahami perilaku konsumen.


B. PEMBAHASAN
I.      KEPRIBADIAN

i.      Definisi
Seperangkat karakteristik psikologis yang menentukan pola berpikir, merasakan dan bertindak, yaitu individualitas pribadi dan sosial dari seseorang, disebut kepribadian. Pembentukan kepribadian adalah proses bertahap, kompleks dan unik untuk setiap individu. Kepribadian mencerminkan keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, temparmen, ciri-ciri kas dan perilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan perilaku yang baku, atau berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Berikut adalah usaha beberapa ahli untuk mendefinisikan apa kepribadian itu:
a.       Cuber: Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
b.      Allport: Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku.
c.       Yinger: Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem, kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
d.      Bouwer: Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.
e.      Newcombe: Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.

ii.     Bagian Kepribadian
Freud, seorang pendiri psikoanalisis, mengemukakan bahwa sifat-sifat kepribadian manusia terdiri dari tiga kategori yang saling mempengaruhi, yaitu id, superego, dan ego.
a.       Id
Berbagai dorongan primitif dan impulsif berupa kebutuhan fisiologis dasar seperti rasa haus, lapar, dan seks yang diusahakan individu untuk segera dipenuhi, terlepas dari bagaimana cara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu, ditampung dalam suatu gudang abstrak dalam diri manusia, yang disebut Id. Id mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan energi atau “ketegangan” yang terkumpul dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Merupakan suatu hasrat paling dasar, Id berfungsi untuk menunaikan prinsip kehidupan yang asli atau yang pertama yakni prinsip kesenangan (pleasure principle). Id bertujuan mengurangi “ketegangan” yang ada dalam diri manusia. Ketegangan itu dirasakan sebagai suatu penderitaan, karena tehalangnya keinginan naluriah dengan pencapaiannya keinginan itu. Tujuan dari prinsip kesenangan ini terdiri dari usaha mencegah dan menemukan kesenangan yang timbul atas pelemasan ketegangan tersebut.
b.      Superego
Bilamana Id selalu mencoba memenuhi kebutuhan naluriah dengan tanpa mengindahkan cara yang dilakukan, superego adalah bagian diri yang berkompromi terhadap “cara” pencapaian tujuan itu. Superego ialah bagian diri individu yang menjadi perwujudan dari moral dan kode etik yang berlaku di dalam masayarakat, yang telah menyatu dengan diri seseorang. Peran superego adalah menjaga agar individu tersebut memuaskan kebutuhan dirinya dengan cara yang dapat diterima masyarakat. Superego adalah suatu cabang moril atau cabang keadilan dari kepribadian. Superego lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata. Superego terbagi lagi menjadi dua bagian yakni “ego ideal” dan “hati nurani”.
c.       Ego
Ego merupakan pengendalian individu secara sadar. Fungsinya sebagai pemantau dalam diri manusia yang berusaha menyeimbangkan tuntutan Id yang impulsif dengan kendala sosial budaya atas Superego. Ego adalah hubungan timbal balik antara seseorang dengan dunia memerlukan pembentukan suatu sistem rohaniah. Berlainan dengan Id yang dikuasai oleh prinsip kesenangan, Ego dikuasai oleh prinsip kenyataan (reality principle). Bertujuan untuk menangguhkan (menunda) peredaan energi sampai benda nyata atau tujuan tertentu yang lain yang akan memuaskan diri, telah diketemukan atau dihasilkan. Penangguhan suatu tindakan berarti bahwa ego harus dapat menahan ketegangan sampai ketegangan itu dapat diredakan dengan suatu bentuk kelakuan yang wajar.

iii.   Ciri Kepribadian
Kepribadian memiliki pengertian yang luas, kepribadian bukan hanya mencakup sifat-sifat yang positif, sifat-sifat yang menarik ataupun segala sesuatu yang tampak secara lahiriah, tetapi juga meliputi dinamika individu tersebut. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik. Dalam batasan kepribadian ini, terdapat empat ciri dari kepribadian:
a.       Dinamis
Kepribadian selalu berubah. Perubahan ini digerakkan oleh tenaga-tenaga dari dalam diri individu yang bersangkutan setelah interaksinya dengan dunia luar. Namun, perubahan tersebut tetap berada dalam batas-batas bentuk pola tertentu.
b.      Organisasi sistem
Sebagai sebuah sistem, kepribadian merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan holistik, mencakup satuan-satuan sifat dan temperamen yang membentuk kesatuan diri tertentu.
c.       Psikofifis
Psikofisis, ini berarti bahwa kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik dan juga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor psikis, tetapi merupakan gabungan dari kedua unsur tersebut.
d.      Unik
Meskipun dapat dipetakan dalam kluster/kumpulan tipe atas bauran sifat umum tertentu, pada dasarnya kepribadian antara individu yang satu dengan yang lain tidak ada yang persis sama, dan khas dimiliki oleh suatu individu.
Kepribadian memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri aktual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya), dan konsep diri orang lain (bagaimana dia mengganggap orang lain memandang dirinya).
Tiga karakteristik yang perlu dibahas dalam pembahasan mengenai kepribadian adalah kepribadian mencerminkan perbedaan antarindividu, kepribadian bersifat konsisten dan berkelanjutan, dan kepribadian dapat mengalami perubahan.
Faktor penentu kepribadian secara kasar dapat dibedakan menjadi faktor bawaan dan lingkungan. Faktor bawaan adalah kondisi lahiriah yang didapat secara genetik, mikalnya tinggi badan, bentuk wajah, temperamen, dan lain lain. Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor-faktor lain di luar itu, misalnya budaya yang membentuk norma, sikap dan nilai yang diwariskan dari generasi yang satu dengan generasi selanjutnya.

II.    NILAI

i.      Definisi
Nilai adalah ide umum tentang tujuan yang baik dan yang buruk. Dari alur norma atau aturan yang menjelaskan tentang yang benar atau yang salah, yang bisa diterima dan yang tidak. Beberapa norma dikatakan sebagai enacted norms, di mana maksud dari norma tersebut terlihat secara eksplisit, benar dan salah. Namun, banyak norma lain yang lebih halus, ini adalah crescive norm yang telah tertanam dalam budaya dan hanya bisa terlihat melalui interaksi antaranggota dalam budaya.
Nilai-nilai budaya yang berlaku berbeda di setiap wilayah. Nilai yang berlaku di suatu negara belum tentu berlaku di negara lain atau bahkan bisa bertolak-belakang sama sekali dengan nilai yang berlaku di negara lainnya.
Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial. Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi/individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik.
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.
a.       Rokeach: “Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.”
b.      Feather: “Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.”
c.       Schwartz: “Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.”
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku. ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu, maka nilai menjadi tahan lama dan stabil. Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap.

ii.     Ciri Nilai
Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso adalah sebagai berikut:
a.       Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
b.      Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.
c.       Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.

iii.   Macam Nilai
Dalam filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu
a.       Nilai logika adalah nilai benar salah.
b.      Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.
c.       Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Berdasarkan klasifikasi di atas, kita dapat memberikan contoh dalam kehidupan. Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian. Kita dapat mengatakan seorang murid buruk sikapnya apabila dia, misalnya, mencontek ketika ujian. Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa suatu lukisan itu indah atau tidak.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
Notonegoro menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai itu adalah sebagai berikut:
a.       Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.       Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi
ü  Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
ü  Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion) manusia.
ü  Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa/will) manusia.
ü  Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil. Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap.

III.  GAYA HIDUP

i.      Definisi
Gaya hidup, menurut Kotler, merupakan sebuah penggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Susanto gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku.Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, gaya hidup global dan lain sebagainya.
Gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan bagaimana seseorang memilih untuk menggunakan waktu, uang dan energi dan merefleksikan nilai-nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Bahkan sering kali istilah psikografi dan gaya hidup digunakan secara bergantian. Beberapa variabel psikografi adalah sikap, nilai, aktivitas, minat, opini, dan demografi.
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu.

ii.     Variabel Gaya Hidup
Pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel-variabel Activity, Interest, dan Opinion. Menurut Setiadi sikap tertentu yang dimiliki konsumen terhadap suatu objek tertentu bisa mencerminkan gaya hidupnya. Gaya hidup seseorang bisa juga dilihat dari apa yang disenangi, ataupun pendapatnya mengenai objek tertentu. Ada tiga Faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumen:
a.       Kegiatan (activity) yaitu bagaimana konsumen menghabiskan waktunya.
b.      Minat (interest) yaitu tingkat keinginan atau perhatian atas pilihan yang dimiliki konsumen.
c.       Pendapat (opinion) atau pemikiran yaitu jawaban sebagai respon dari stimulus dimana semacam pertanyaan yang diajukan.
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya. Gaya hidup merupakan frame of reference (kerangka acuan) yang dipakai sesorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Di Amerika Serikat kelas sosial ini seperti yang diklasifikasikan oleh Coleman menjadi tujuh kelas sosial masing-masing kelas Atas-Atas, Atas Bawah, Menengah Atas, Menengah, Pekerja, Bawah Atas, Bawah-bawah.
Sementara di Kota Jakarta, hasil penelitian Sosiologi UI yang tertuang dalam Rencana Umum Pembangunan Sosial Budaya DKI Jakarta 1994-1995, dapat distratifikasikan dalam lima strata, yaitu lapisan elit, lapisan menengah, lapisan peralihan, lapisan bawah, dan lapisan terendah.
Dalam perilaku konsumen secara samar orang membedakan pengertian kelas sosial dengan pengertian status sosial. Jika kelas sosial mengacu kepada pendapatan atau daya beli, status sosial lebih mengarah pada prinsip-prinsip konsumsi yang berkaitan dengan gaya hidup.
Seseorang dapat memproyeksikan status sosial tertentu berdasarkan simbol status yang dimiliki. Tujuan pemakaian simbol-simbol status ini adalah memproyeksikan citra diri seseorang agar dipersepsi sebagai bagian aari kelas sosial tertentu.
Karena dalam status ini tersimpan unsur prestise, maka pemakaian simbol status menjadi penting. Kepemilikan simbol status diharapkan menimbulkan respek orang lain untuk mendukung citra yang ingin ditampilkan sesuai dengan status sosialnya.
Hal ini terkait dengan konsep diri (self-concept). Konsumen menganggap produk-produk tersebut dapat membantunya untuk mengekspresikan citra apa yang ingin dipancarkan. Citra tersebut dapat merefleksikan citra diri aktual (actual self) yang menggambarkan gambaran saya yang sebenarnya (the real me) maupun citra diri ideal (the ideal self) yang menggambarkan sosok yang diinginkan (the person I’d like to be). Produk ini dapat digunakan untuk kedua citra tersebut: dapat digunakan untuk merefleksikan siapa diri kita, dan juga dikesempatan lain dapat dimanfaatkan menjadi apa yang kita inginkan.

iii.   Pengukuran Perilaku Individu
Pengukuran ganda perilaku individu digunakan di dalam analisis perilaku konsumen. Kepribadian mempunyai efek atas pembelian, namun demikian gaya hidup memiliki efek yang lebih besar. Tentu saja sumber daya seperti pendapatan dan waktu juga memberikan efek yang penting. Ancangan strategi terhadap gaya hidup adalah yang paling praktis untuk mengembangkan strategi pemasaran. Tujuannya adalah untuk memahami konsumen sebaik mungkin
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu terhadap pengambilan keputusan konsumen ada dua, yaitu sikap orang lain, dan faktor situasi tak terduga.
Konsumen mungkin membentuk kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Terdapat lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian:
a.       Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian bermula dari pengenalan kebutuhan (need recognition): pembelian mengenali permasalahan atau kebutuhan yang dimilikinya. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan.
b.      Pencarian Informasi
Konsumen yang tergerak mungkin mencari dan mungkin pula tidak mencari informasi tambahan. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memenuhi kebutuhan berada dalam jangkauannya, ia cenderung akan membelinya.
c.       Pengevaluasian Alternatif
Cara konsumen memulai usaha mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada konsumen individual dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pikiran yang logis
d.      Keputusan Pembeli
Tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat merek dan membentuk kecenderuangan (niat) pembelian. Secara umum, keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul diantara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian.
e.      Perilaku Setelah Pembelian
Pekerjaan pemasar tidak hanya berhenti pada saat produk dibeli. Setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas dan akan masuk ke perilaku setelah pembelian yang penting diperhatikan oleh pemasar.
Salah satu contoh segementasi psikografis dalam penentuan target pasar adalah VALS (Values & Life Style––Nilai & Gaya Hidup). Dalam VALS, terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self-orientation (orientasi diri) dan resources (sumber daya). Resources yang dimaksudkan bukanlah semata-mata materi, tetapi dalam arti yang luas yang mencakup sarana dan kapasitas psikologis, fisik, dan demografis. Dalam perilaku konsumsi yang didorong oleh self-orientation terdapat tiga kategori yaitu principle (prinsip), status dan action (kegiatan).
a.       Self-orientation yang bertumpu pada principle, berarti keputusan untuk membeli berdasarkan karena keyakinannya. Sehingga keputusannya untuk membeli bukan hanya karena ikut-ikutan atau sekedar untuk mengejar gengsi. Boleh dikatakan tipe ini lebih rasional.
b.      Sedangkan yang bertumpu pada status, keputusannya dalam mengkonsumsi didominasi oleh apa kata orang. Produk-produk branded (bermerek) menjadi pilihannya.
c.       Bagi yang bertumpu kepada action, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Spa mewah, caf berkelas, dan pertunjukan yang mendatangkan artis internasional terkenal merupakan contoh dari jenis keputusan membeli ini.
Fenomena inilah yang banyak ditemui pada saat ini. Jika logika ekonomi (yang seharusnya negara masih dalam krisis ekonomi) tidak dapat diterapkan, maka memahami perilaku konsumen dari sisi gaya hidup lebih dapat menjelaskan.
Kedatangan banyak artis luar negeri dalam konser-konser mereka di tengah krisis ekonomi yang sepertinya akan melanda, adalah fenomena gaya hidup. Atau larisnya telepon pintar (smartphone) dan laptop canggih oleh para mahasiswa, yang sebenarnya belum sepenuhnya fungsional bila dipakai mahasiswa karena tujuan akhir pemakainya adalah kaum eksekutif, adalah juga gejala pembelian berdasarkan gaya hidup. Membidik gaya hidup merupakan jalan keluar bagi para pemasar di tengah kelesuan ekonomi.
Inilah salah satu aspek penting mengapa gaya hidup harus dipertimbangkan, disamping data demografis yang seringkali menyesatkan dalam memahami perilaku konsumen. Seorang karyawati mungkin rela merogoh kantongnya lebih dalam dan bersedia menyisihkan gajinya untuk mencicil selama setahun demi sebuah tas Louis Vuitton, Channel, Gucci, Prada dan sejenisnya. Sementara seorang pedagang Glodok yang omsetnya puluhan juta per hari mungkin merasa sayang untuk mengeluarkan uang sebesar itu untuk sebuah tas. Rokok kretek tak berfilter yang paling mahal adalah Dji Sam Soe, tetapi pembelinya bukan hanya orang yang secara demografis berpenghasilan tinggi, tetapi malah mereka yang berpenghasilan rendah dengan membeli secara ketengan.


C. PENUTUP
SIMPULAN
Dalam kaitannya dengan perilaku konsumen, konsep id atau alam bawah sadar yang bersifat priimitif dan haus akan pemuasan kebutuhan-kebutuhan dasar dapat dipengaruhi dalam menjual suatu produk instan yang dapat segera memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, ego seseorang juga dapat dimanipulasi dengan menawarkan produk yang dapat memancarkan gaya hidup tertentu untuk meningkatkan pandangan akan konsep diri yang bersangkutan. Superego dapat dipuaskan dengan menyisipkan produk tertentu yang dapat menunjang langgengnya suatu nilai yang hidup dalam masyarakat.
Pendek kata, semua segi dari kehidupan pribadi individu dapat dipengaruhi dan dijadikan modal dalam kampanye pengiklanan penjualan suatu produk, baik dalam alam bawah sadar interior individu, maupun lingkungan sosial ekternalnya yang lebih luas. Diperlukan kecermatan dan ketaktisan seorang marketer dalam melihat celah dan kesempatan dari sifat dan bawaan dari pemahaman yang mendalam mengenai kepribadian, nilai, dan gaya hidup konsumen, untuk dapat memetik hasil yang maksimal dalam upaya pencapaian penjualan produk.

DAFTAR PUSTAKA
http://harenzone.blogspot.com/2010/11/perilaku-konsumen-pola-dari-kepribadian.html
http://bamaandrew.wordpress.com/2013/11/23/viii-kepribadian-nilai-dan-gaya-hidup/
http://rizkiamaliafebriani.wordpress.com/2013/01/06/kepribadian-nilai-dan-gaya-hidup/
http://unedopragus.blogspot.com/2013/10/tugas-7-softskill-kepribadian-nilai-dan.html

http://syairoh.blogspot.com/2013/12/sumber-daya-konsumen-dan-pengetahuan.html

No comments:

Post a Comment